Dirimu malam itu.
Dirimu malam itu bersinar. Padahal aku ingat tak ada cahaya yang benar menyinari namun aku ingat malam itu dirimu bersinar. Bersinar bersamaan dengan perbincangan kita yang tak pernah tampak ujungnya, bersamaan dengan kita yang mendekat tanpa tahu akhirnya. Bersamaan dengan kita yang saling nekat saling harap.
Aku ingat malam itu gelap. Aku juga ingat malam itu aku bersilang kaki dengan kedua tanganku masuk ke dalam saku jaketku sebagai perlawananku terhadap dingin. Lalu dirimu — aku tak begitu ingat figurmu karena dirimu di sisiku dan aku selalu menatap lurus kala itu — namun aku ingat bagaimana harum parfummu yang kasar menguar. Aku juga ingat dirimu turut bersilang kaki sepertiku — sebelum mengesampingkan segala hal yang seharusnya dirimu lakukan demi berbincang bersamaku. Aku masih bisa membayangkan harummu — sebelum kemudian wanginya menempel di jaketku.
Sekali lagi, aku ingat malam itu sangat gelap. Entah pergi kemana sang rembulan malam itu; entah mengapa enggan ia menyinari kita. Namun ingatanku tentang malam itu; tak pernah sama sekali kelam.