Adinda Putri Sekarhawangi
2 min readMar 23, 2022

Lantas bagiku, segalanya menjadi imaji. Menjadi imaji yang berputar-putar di benakku, menjadi angan-angan yang melayang tinggi di langit biru. Menjadi imaji ketika aku takluk, ketika aku bertekuk lutut karena dikaramu yang ingin aku elu-elu ;

  1. Aku ingin tahu apa kebiasaanmu ketika dirimu baru saja terbangun dari tidurmu. Aku ingin tahu apa yang akan dirimu lakukan ketika ketahui mentari kembali ambil posisinya; sinari bumi dan segala kehidupan di dalamnya. Apakah itu meneguk segelas air? Atau kembali pejamkan netra enggan memulai hari?
  2. Aku ingin tahu apa rasanya menyentuh fitur-fitur wajahmu. Alismu, hidungmu, maupun bibirmu. Netramu, jika juga boleh? Aku ingin tahu, sebenarnya sihir apa yang terkandung di dalamnya? Karena aku jatuh dan tersungkur dibuatnya.
  3. Aku ingin tahu apa rasanya jika jariku tenggelam di sela-sela suraimu. Ribuan helai surai merah jambumu yang kelihatannya selembut belaian milik ibu, dan selembut tutur kata rindu. Aku juga ingin tahu aroma apa yang akan melambai di hidungku, sebelum aku lalu landaskan kecup. Eh?
  4. Aku ingin tahu apa rasanya ada dalam rengkuhanmu. Aku ingin benar-benar merasakan hangat milikmu yang selama ini nyamannya hanya bisa aku bayangkan. Hanya bisa aku niscayakan. Hanya bisa aku asumsikan. Aku juga ingin tahu rasanya bersembunyi di balik pundakmu, apakah aku akan tak sudi beringsut? Kurasa sih, jawabannya iya.

Lantas bagiku, segalanya menjadi imaji. Hadir nyatamu, presensi benarmu. Semoga rembulan dengarkan bisikanku, karena aku sungguh ingin tahu.

No responses yet