Perjalanan dari Moh. Toha ke Jatinangor sore itu terasa aneh.
Langit Kota Bandung yang sendu, yang lalu biasanya merubah hawa sekitar menjadi dingin pilu, saat itu tak lagi begitu. Atau pendingin bus-nya yang bermasalah? Aku jujur tak tahu.
Bagaimanapun cuaca sore itu, yang jelas hatiku saat itu terasa dingin. Dingin dan bahkan mungkin membeku sekeras batu. Tak lagi berdebar-debar terbakar, atau lagi merintih-rintih pedih.
Entah bagaimana caranya kali ini otak dan perasaanku sejalan, sebab aku yakin kaos seminggu kemarin menjadi alasan. Badai yang obrak-abrik pikiranku, pun ternyata juga luluh lantakkan perasaanku. Hancurnya keadaan juga pukul keras hatiku.
Tak hanya langit Kota Bandung serta hatiku yang terasa aneh, namun juga pasang mataku. Rasa asing yang ditinggalkan setelah belasan tetes air mataku jatuh di hadapannya saat kami sepakat untuk akhiri sebenarnya buatku tak nyaman. Seperti tak tidur untuk puluhan malam, dan aku risi.
Sejujurnya, sekujur tubuhku terasa aneh. Dadaku sesak, kepalaku semacam mau meledak.
Bagaimanapun keadaanku, sehancur-hancurnya diriku, doakanku keanehan-keanehan ini segera tuntas, ya.